Sabtu, 30 Juli 2016

Halijah Ngentot: Ngentot dengan Yosvi




Pembaca, perkenalkan, namaku Halijah. Di lingkungan tetangga, aku biasa dipanggil Ijah saja. Aku adalah perempuan yang biasa-biasa saja, susuku tidak besar, pantatku lumayan montok meski tidak terlalu membusung. Salah satu daya tarikku mungkin kulitku yang putih mulus. Itu kata suamiku. Aku sering ngentot dengan suamiku. Suamiku paling senang menjilati pepekku yang katanya selalu menggairahkan. Jembutku lebat dan hitam. Jarang aku cukur karena suamiku suka dengan yang lebat dan hitam.

Suamiku kerja di kantor. Pergi pagi, pulang sekitar jam sembilan malam. Meski kerja seharian, suamiku kuat dan selalu siap kalo aku ajak ngentot. Bahkan sampe dua kali semalam.

Hari ini seperti biasa, aku mulai menjalankan bisnis online ku. Suamiku sudah berangkat kerja tadi pagi. Aku memang membuka usaha online. Aku menjual produk kecantikan.

Menjelang sore hari, aku bergegas mandi setelah menyediakan makan malam di atas meja, yang pada saat ini harus kusiapkan sendiri, sebab Mbok Minah, pembantu setiaku sedang pulang kampung, karena mendadak ada keluarga dekatnya di kampung yang sakit berat.

Setelah selesai mandi, aku mengeringkan tubuhku dan dengan hanya membungkus tubuhku dengan handuk mandi, aku membuka pintu kamar mandi dan masuk ke dalam kamar tidur. Dengan masih dililit handuk, aku duduk di depan meja rias untuk mengeringkan tubuh dan bersisir rambut.

Tiba-tiba bel berbunyi. Oh iya, aku memang sedang menunggu Tia, partner bisnisku selama dua tahun terakhir. Aku bergegas menuju pintu. Aku gak peduli kalau aku masih pakai handuk. Toh yang datang adalah Tia, pikirku.

Aku membuka pintu. Rupanya yang datang adalah Yosvi, tetanggaku yang tinggal di komplek sebelah. Aku kenal Yosvi lantaran istrinya sering memesan kosmetik kepadaku. Yosvi berdiri mematung di depan pintu. Aku lihat tatapan matanya sesekali melirik pahaku yang terbuka cukup lebar lantaran tak tertutup dengan sempurna oleh handukku. Mungkin sekitar  satu kilan saja bagian handuk ini menutupi pahaku. Sisanya, pahaku terbuka.

“Anu, Kak Ijah, saya mau… mau…”

“Mau ambil kosmetik pesenan Shinta ya?” tanyaku. Yosvi mengangguk. Matanya kini tertuju ke dadaku yang juga tak tertutup dengan sempurna.

“Masuk dulu deh. Sebentar ya, saya ganti baju dulu.”

Aku bergegas ke kamar. Maksudku aku mau cepet-cepet ganti baju. Tapi aku kaget sebab Yosvi membuntutiku sampai ke kamar. Aku mulai dihinggapi rasa takut.

Pada saat itu Yosvi berjalan mondar mandir di dalam ruangan kamar dan sekali-sekali matanya yang hitam kecoklatan melihat ke arahku yang sedang mematung  memegang selembar daster yang belum sempat aku kenakan. Melihat Yosvi seperti itu, kupikir lebih baik menyuruhnya keluar. Aku berbalik menghadap cermin. Ternyata Yosvi malah menerkamku dari belakang. Tangannya menekan bagian punggungku, aku mencoba berbalik dan karena beratnya badan Yosvi. Aku terhuyung-huyung dan jatuh telentang di lantai yang dilapisi karpet tebal. Kedua kaki terpentang lebar, sehingga handuk yang tadinya menutupi bagian bawahku terbuka, yang mengakibatkan bagian bawahku terbuka polos di mana kemaluanku dan bagian pahaku yang putih mulus terpampang dan masih agak basah karena belum sempat kukeringkan dengan betul.

“Aduh Kak Ijah, lebatnya jembutmu. Aaaccccchhh… aku udah ngaceng dari tadi Kak. Pepekmu aku jilatin ya Kak.” Yosvi dengan cepat berjalan ke arahku yang sedang telentang di lantai dan sekarang berdiri diantara kedua kakiku yang terbuka lebar itu. Dengan cepat kepalanya telah berada diantara pangkal pahaku dan tiba-tiba terasa lidahnya yang lembut dan basah itu mulai menjilati pahaku, hal ini menimbulkan perasaan yang sangat geli. Aku mencoba menarik badanku ke atas untuk menghindari jilatan lidahnya pada pahaku, akan tetapi terdengar suara desahan keluar dari mulutnya dan dengan masih terus menjilati pahaku. Yosvi menunjukkan kuku-kukunya yang runcing dan mencengkram betisku dengan kencang, yang membuatku sangat ketakutan sehingga badanku terdiam dengan kaku. Kedua mataku melotot dengan ngeri melihat ke arah tetanggaku tersebut yang kepalanya berada diantara kedua pahaku. Jilatannya makin naik ke atas dan tiba-tiba badanku menjadi kejang ketika lidahnya yang panas itu terasa menjilat belahan bibir kemaluanku dari bawah terus naik ke atas dan akhirnya badanku terasa meriang ketika lidahnya yang besar basah dan kenyal itu menyentuh klitorisku dan menggesek dengan suatu jilatan yang panjang, yang membuatku terasa terbang melayang-layang bagaikan layang-layang putus ditiup angin.

“Kak Ijahhhh.. owwwhhh… Kakak sungguh menggairahkan. Paha Kakak mulus sekali. Maafin aku ya Kak, aku gak kuat nahan napsuku. Ini kontolku udah sakit sekali. Shinta lagi datang bulan Kak. Sekali lagi maafin aku,” Yosvi menjilati lagi pepekku dengan jilatan panjang dan lembut. Dia sama sekali tidak terburu-buru. Ini yang membuat aku sesekali kehilangan kendali. Aku ingin teriak, namun sungguh aku gak ingin kehilangan sensasi yang menyenangkan ini.

"Aduuhh!" tak terasa keluar keluhan panjang dari mulutku. Badanku terus bergetar-getar seperti orang kena setrum dan mataku terus melotot melihat ke arah lidah Yosvi yang bolak balik menyapu belahan bibir pepekku dan dengan tak sadar kedua pahaku makin terbuka lebar, memberikan peluang yang makin besar pada lidah Yosvi bermain-main pada belahan kemaluanku. Dengan tak dapat kutahan lagi, cairan pelumas mulai membanjiri keluar dari dalam kemaluanku dan bau serta rasa dari cairan ini makin membuat Yosvi makin giat memainkan lidahnya terus menyapu dari bawah ke atas, mulai dari permukaan lubang anusku naik terus menyapu belahan bibir kemaluanku sampai pada puncaknya yaitu pada klitorisku.

“Kak Ijah sudah orgasme rupanya. Sabar ya Kak, aku masih ingin menjilati pepek Kakak. Sebentar lagi aku akan ngontolin Kakak. Sabar dulu ya,”

Ohh.. dengan cepat kemaluanku menjadi basah kuyup oleh cairan nafsu yang keluar terus menerus dari dalam kemaluanku. Sejenak aku seakan-akan lupa akan diriku, terbawa oleh nafsu birahi yang melandaku, akan tetapi pada saat berikut aku sadar akan situasi yang menimpaku.

“Yos, aaaccchhh… kurang ajar kamu. Sudah. Hentikan. Akan aku adukan perbuatanmu ini ke suamiku. Owwwhhh… mphhhhh… aaahh… acccchhhhh…” Aduuhh benar-benar gila ini, aku terbuai oleh nafsu karena sentuhan lidah tetanggaku yang kurang ajar ini.  aahh.. tidak.. tidak bisa ini terjadi, tidak boleh diteruskan.

“Jangan munafik Kak. Kakak bahkan sudah orgasme sekali. Itu artinya Kak Ijah menikmati semua ini kan?”

Dengan cepat aku menarik badanku dan mencoba bergulir membalikkan badanku untuk bisa meloloskan diri dari Yosvi. Dengan membalikkan badanku, sekarang aku merangkak dengan kedua tangan dan lututku dan rupanya ini suatu gerakan yang salah yang berakibat sangat sangat fatal bagiku, karena dengan tiba-tiba terasa sesuatu beban yang berat menimpa punggungku dan ketika masih dalam keadaan merangkak itu aku menoleh kepalaku ke belakang, terlihat Yosvi dengan kedua tangannya telah menekan punggungku dan kuku-kuku tangannya itu nyangkut pada handuk yang melilit badanku, badannya yang berat itu menekan badanku. Untung badanku dililit handuk tebal, kalau tidak pasti punggungku luka-luka terkena cakaran kuku Yosvi yang tajam dan kuat itu.

Aku mencoba merangkak maju dan berpegang pada tepi tempat tidur untuk mencoba berdiri, akan tetapi tiba-tiba Yosvi menekan badannya yang beratnya hampir 70 Kg itu sehingga posisiku yang sudah setengah berlutut, karena beratnya badan Yosvi, akhirnya aku tersungkur ke tempat tidur dengan posisi berlutut di pinggir tempat tidur dan separuh badanku tertelungkup di atas tempat tidur, di mana badan Yosvi menidih badanku. Kedua kaki Yosvi bertumpu di lantai diantara kedua pahaku yang agak terkangkang dan karena posisi badanku yang tertelungkup itu, maka handuk yang melilit dan menutupi badanku agak terangkat ke atas, sehingga bagian pantatku  terbuka dengan lebar. Badan Yosvi terasa berat menidih badanku. Yosvi rupanya sengaja menggesek-gesekkan selangkangannya ke belahan pantatku yang terbuka dan sedikit mengangkang. Yosvi masih mengenakan celana basket yang aku yakin sekali kalau celana jenis ini sangat mudah untuk dibuka. Tinggal dipelorotin sedikit maka bagian bawah Yosvi akan telanjang. Acccchhhh… sialan. Selangkangan Yosvi keras juga. Terasa menggesek belahan pantatku dan itu… itu nikmat sekali.

“Kak Ijaaaaaahhh… ooooohhh, baru begini saja udah enak sekali rasanya. Aku gak sabar mau ngentotin Kakak dari belakang.”
Aduh gila ini, sekarang aku benar-benar terjebak dalam posisi yang sulit. "Yos! Turun! Sialan kamu!" aku mencoba menghardik Yosvi, kedua tanganku tidak dapat aku gerakkan karena terhimpit diantara badanku dan badanku sendiri tertindih badan Yosvi dengan erat.

Tiba-tiba aku merasakan ada suatu benda kenyal, panjang, dan sedikit panas terhimpit pada belahan pantatku dan tiba-tiba aku menyadari akan bahaya yang akan menimpaku. Yosvi rupanya sudah membuka celana basketnya dan semakin terangsang dengan tergesek-geseknya batang kemaluannya pada belahan kenyal pantatku.

"Yos, stop! Plis, jangan perkosa aku. Aku mohon, Yos!" dengan panik aku mencoba menyuruhnya turun dari punggungku, akan tetapi seruanku itu tidak dipedulikan oleh Yosvi, malahan sekarang terasa gerakan-gerakan mencucuk dari kontol Yos pada belahan pantatku. Mula-mula perlahan dan semakin lama semakin gencar saja. Aku menoleh ke kanan, ke arah kaca besar lemari yang persis berada di samping kanan tempat tidur, terlihat kontol Yosvi telah mengacung dengan tegaknya. Kontol tersebut telah keluar dari pembungkusnya dan terlihat seperti pentungan kecil yang perkasa, ujungnya berbentuk agak meruncing sedang mencocol-cocol belahan pantatku. Rasanya goyangan Yosvi tersebut makin cepat saja. Memang belum dia masukkan ke dalam pepekku. Dan harus aku akui kalau sensasi yang ditimbulkan dari gerakan ini sungguh nikmat. Tapi tak mungkin aku katakan ini kepada Yosvi.  

Aku benar-benar menjadi panik, bagaimana tidak, aku dalam posisi terjepit dan sedang akan disetubuhi oleh Yosvi, tetanggaku yang kelihatan sedang kesetanan oleh nafsu birahinya. Tanpa kusadari sodokan-sodokan kontol Yosvi semakin gencar saja, sehingga aku yang melihat gerakan pantat tetanggaku tersebut melalui cermin, benar-benar terpesona karena gerakan tekanan-tekanan ke depan pantatnya benar-benar sangat cepat dan gencar, terasa sekarang serangan-serangan kontol tetanggaku tersebut mulai menimbulkan perasaan geli pada belahan pantatku dan kadang-kadang ujung batang kemaluannya menyentuh dengan cepat lubang anusku, menimbulkan perasaan geli yang amat sangat.

Yosvi mulai merenggangkan himpitannya pada tubuhku. Aku kini bisa sedikit leluasa. Tanganku aku rentangkan di tempat tidur. Sementara posisiku aku benarkan.tak enak sekali rasanya nungging sambil terjepit. Kini aku nungging yang benar-benar nungging, seperti saat aku dikentot oleh suamiku. Pahaku sedikit aku kangkangkan. Aku bukan ingin memberikan kesempatan pada Yosvi supaya dia mudah ngentotin aku dari belakang, tapi tubuhku letih sekali. Aku ingin meregangkan ototku sejenak.

Ketika aku berpaling lagi ke kaca, terlihat sekarang kontol Yosvi yang mengacung dengan perkasa. Besar, berotot, dan panjang. Ukurannya mungkin sekitar kurang lebih 20 cm dengan lingkaran kurang lebih 4 cm. Oh.. mungkin sebesar lingkaran tanganku, benar-benar sangat mengerikan melihat batang kemaluan yang sangat besar itu mencuat dengan tegang di bawah perut tetanggaku yang berbulu itu.

Tiba-tiba mataku terbelalak dan tubuhku menjadi kaku tegang ketika merasakan kepala batang kemaluan yang dahsyat menyentuh dengan tepat di belahan bibir kemaluanku, "Ooohh.. oohh.. kau akan memperkosaku Yos??! Kurang ajar kamu… awwww… occchhh…" keluhku terengah-engah. Aku semakin terengah-engah ketika merasakan kepala batang kemaluan Yosvi terasa terjepit diantara kedua bibir kemaluanku dan terasa mulai menekan untuk mencari jalan masuk ke dalam. Ooohh.. benar-benar Yosvi akan segera membuatku sebagai anjing betinanya. Yosvi, ketika merasakan batang kemaluannya dijepit sesuatu yang lembut tapi kenyal, segera bereaksi dengan cepat dan mulai memompa batang kemaluannya dengan asyik untuk segera menerobos masuk benda yang menjepit batang kemaluannya itu, sambil mendesah setiap kali aku mencoba bergerak menghindar.

Akhirnya dengan suatu gerakan dan tekanan yang cepat, Yosvi mendorong pantatnya ke depan dengan kuat, sehingga batang kemaluannya yang telah terjepit diantara bibir pepekku yang memang telah basah kuyup dan licin itu, akhirnya terdorong masuk dengan kuat dan terbenam ke dalam kemaluanku, diikuti dengan jeritan panjang kepedihan yang keluar dari mulutku. "Aaduuhh!" sempat terlintas di dalam otakku, "Ooohh gila.. betapa besarnya!" kepalaku tertengadah ke atas dengan mata yang melotot serta mulut yang terbuka megap-megap kehabisan udara serta kedua tanganku mencengkeram dengan kuat pada kasur. Akan tetapi Yosvi, tanpa memberikan kesempatan padaku untuk berpikir dan menyadari keadaan yang sedang terjadi, dengan cepat mulai memompa batang kemaluannya dengan gerakan-gerakan yang sedikit buas, tanpa mengenal kasihan pada aku yang baru pertama kali ini menerima batang kemaluan yang sedemikian besarnya dalam pepekku. Jujur, kontol suamiku tak sebesar kontol Yosvi.

Batang kemaluannya dengan cepat keluar masuk mengaduk-aduk lubang kemaluanku tanpa mempedulikan betapa besar batang kemaluannya dibandingkan dengan daya tampung kemaluanku, setiap gerakan masuk batang kemaluannya, terasa keseluruhan bibir kemaluan dan klitorisku tertekan masuk ke dalam, di mana klitorisku terjepit dan tergesek dengan batang batang kemaluannya, sehingga menimbulkan perasaan geli dan nikmat yang tak terlukiskan yang belum pernah kualami selama ini dan pada waktu batang kemaluannya ditarik keluar, terasa seluruh bagian dalam kemaluanku seakan-akan tertarik keluar menempel dan mengikuti batang kemaluannya, sehingga badanku bergerak terdorong ke belakang, dimana sebelum aku sempat menyadarinya batang kemaluannya telah mendorong maju lagi dan menerobos masuk dengan cepat ke dalam pepekku, menimbulkan sensasi yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, aku benar-benar terbuai dan karena posisiku yang sedang bertumpu pada kasur tempat tidur, maka kedua buah dadaku yang tergantung bergerak-gerak terayun-ayun ke depan ke belakang mengikuti dorongan dan tarikan kontol Yosvi pada pepekku.

“Kak Ijjjjjaaahhhh.. ohhhh… ohhhh… pepekmu sungguh sempit Kaaaaak… Nnnnnikmattthhhh… owwwhhh…”

Ooohh.. ini tak mungkin terjadi, pikirku setengah sadar. Aku sedang disetubuhi oleh tetanggaku sendiri??? Sementara perkosaan liar ini terus berlangsung, desiran darahku terasa mengalir semakin cepat, pikiran warasku perlahan-lahan menghilang kalah oleh kenikmatan yang sedang melanda tubuhku, perasaanku seakan-akan terasa melayang-layang di awan-awan dan dari bagian bawah badanku terasa mengalir suatu perasaan mengelitik yang menjalar ke seluruh bagian badanku, membuat perasaan nikmat yang terasa sangat fantastis, membuat mataku terbeliak dan terputar-putar akibat pengaruh kontol Yos yang dahsyat mengaduk-aduk seluruh yang sensitif pada bagian dalam kemaluanku tanpa ada yang tersisa, keseluruhan bagian yang bisa menimbulkan kenikmatan dari dinding dalam kemaluanku tak lolos dari sentuhan, tekanan, gesekan dan sodokan kepala dan batang kontol Yos yang benar-benar besar itu, rasanya paling kurang dua kali besarnya dari batang kemaluannya suamiku dan cara gerakan ngentot  bergerak memompakan batang kemaluannya keluar masuk ke dalam kemaluanku, benar-benar sangat cepat, membuatku tak sempat mengambil nafas ataupun menyadari apa yang terjadi, hanya rasa geli-geli nikmat yang menyelubungi seluruh perasaanku, membuat secara perlahan-lahan aku tidak dapat mengendalikan diriku lagi.

“Yosss.. Yossssviii… auwww… ihhhh… gilaaaa… kau memperkosaku… ihhh ihhhhh… hhmmmmmphhh…”

Aku mulai menyadari akan hebatnya kenikmatan yang sedang menyelubungi seluruh sudut-sudut yang paling dalam di relung tubuhku akibat sodokan-sodokan kontol dalam pepekku dan membuatku sangat terkejut. Aaahh.. tidak! Setan sedang mencoba kesetiaanku saat ini! Ini sesuatu hal yang sangat tidak wajar! Ini benar-benar salah! Tapi ohh, apakah kenikmatan ini benar-benar salah? Aahh.. sshh aku seharusnya tidak menyerah pada cengkeraman tangan-tangan setan! Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang besar, benar-benar besar sedang menggenjot  masuk ke dalam kemaluanku, memaksa bibir kemaluanku membuka sebesar-besarnya, rasanya sampai sebatas kemampuan yang bisa ditolerir. Dan, demi Tuhan, ini nikmat sekali. Owwwh, aku menikmatinya.

Aku menoleh ke arah cermin untuk melihat Yosvi yang sedang ngentotin aku dengan gaya nungging seperti anjing. Aku muak. Tapi… tapiii… aaduuhh.. gila.. ini benar-benar gila, keluhku. Terlihat bagian pangkal batang kemaluan Yosvi yang membengkak, membentuk seperti tongkat dan sedang keluar masuk, menekan pepekku dan secara perlahan-lahan memberikan kenikmatan saat keluar  masuk ke dalam lubang kemaluanku.

"Ooohh.. aampun.. jangan Yos.. aku akan mati kalau sampai suamiku tau. Cukup Yos… aaaacccchhhh….” Keluhku memelas tak berdaya seakan-akan Yosvi akan mengerti, akan tetapi sia-sia saja, dengan mata melotot aku melihat benda tersebut tetap menghilang dan muncul, keluar masuk di dalam kemaluanku dan terasa seperti bagian bawahku akan terbelah dua, kepalaku tertengadah ke atas dan mataku terbalik ke belakang sehingga bagian putihnya saja yang kelihatan, dan sekujur badanku mengejang, kontol Yosvi  terus menerobos dan menggenjot masuk ke dalam lubang sorgaku, sampai akhirnya seluruh lubang kenikmatanku dipenuhi oleh kepala, batang kemaluan dan bongkahan kontolnya itu. Oh.. benar-benar terasa sesak dan penuh lubang kemaluanku oleh seluruh batang kontol Yosvi.

tiba-tiba Yos menghentikan goyangannya. Aku terengah-engah. Yos mencabut kontolnya dengan perlahan. Aku gusar. Aku menoleh ke belakang. “Kenapa Yos? Kamu sudah orgasme?” tanyaku. Ah, bodohnya aku. Aku seperti tak rela kenikmatan ini berakhir secepat ini. Yos menatapku dengan tatapan lembut. Aku menyukainya. Yos mengusap bongkahan pantatku. Tak lama dia menjilati pantatku yang putih mulus. Agak lama. Aku memejamkan mata, benar-benar menikmati sapuan lidahnya yang lembut itu.

“Kak, kita ngentot di ranjang yuk. Kasian kalo aku ngentotin Kak Ijah dengan gaya nungging terus. Pasti Kak Ijah letih. Kakak mau ngentot di ranjang dengan aku?”

Sialan. Pertanyaan macam apa itu? Dia pikir aku istrinya apa? Laki-laki bodoh. Tapi… tapi aku justru beranjak dari posisi nunggingku. Aku bangkit naik ke ranjang. Merebahkan tubuhku dengan perlahan juga. Agghh.. biarlah aku disebut apa saja, aku tidak peduli lagi, aku adalah seorang perempuan jalang, seorang perempuan jalang yang keenakan diperkosa dan disetubuhi oleh tetanggaku sendiri, laki-laki dengan alat kejantanannya yang dahsyat, panjang, keras, dan besar. Aku memandang ke bawah antara kedua kakiku yang terpentang dan terlihat bibir kemaluanku yang terpentang lebar. Bulu pepekku sudah basah kuyup.

Yos membuka handukku dan aku diam saja. Aku kini bugil. Telanjang. Sepenuhnya telanjang. Dan aku tidak marah. Aku memang jalang. Aku hanya bisa mendesah kenikmatan saat lidah Yos menjilati pentil susuku yang sudah mengacung dari tadi. Rasanya nikmat sekali. Aku memejamkan mata. Yos sungguh pintar memainkan lidahnya. Shinta pasti puas sekali ngentot dengan laki-laki seperti Yos.

“Sudah siap ngentot lagi Kak?”

Aku mengangguk dalam terpejam. Aku kian mengangkangkan pahaku. Kurasakan kepala kontol Yos mulai menempel di belahan pepekku yang sudah kuyup. Perlahan tapi pasti, batang kontol yang nikmat itu manerobos dengan sempurna. Keluar masuk dengan lembut. Tak lagi tergesa-gesa. Aku benar-benar kenikmatan. Aku mulai meracau. Kuremas susuku sendiri. Tubuhku terguncang-guncang mengikuti irama gerakan perkosaan yang nikmat ini.

“Aku… awwwwwwwhhhhh… aku mau keluar Yosssssshhhhh…”

Yos terus ngentotin aku. Kini gerakannya kian cepat. Kian cepat. Kian cepat. Aku akhirnya jebol. Aku melenguh panjang. Aku orgasme lagi. Tak lama, Yos juga mengikutiku. Tubuhnya mengejang hebat. kontolnya menyodok-nyodok dinding pepekku dengan kasar. Sedikit perih tapi nikmat.

Yos rebah di atas susuku. Napasnya terengah. Lidahnya sempat menjilat puting susuku. Sedang kontolnya masih juga tertancap di dalam pepekku. Kontol itu mengedut beberapa kali, memuntahkan sperma yang sangat banyak.

“Kak Ijah marah sama aku?”

Air mataku seketika meleleh. Aku sudah menghianati suamiku. Tapi, kontol ini sungguh nikmat. Akhirnya aku menggeleng juga. “Tidak. Sekarang tidak lagi. Tadinya aku mau marah sama kamu. Aku muak sama kamu. Tapi lama-lama kamu memperlakukan aku dengan lembut. Aku sungguh seperti tidak sedang diperkosa. Aku menikmatinya Yos. Maaf, aku harus mengatakan ini. Aku ingin kamu tersedia untukku saat aku ingin kontol yang besar. Seperti kontolmu itu. Bisa?”

Yos mengulum puting susuku sambil mengangguk. Aku senang dengan jawaban tak langsungnya itu. Di dalam hati, aku harus minta maaf dengan suamiku dan Shinta, istri Yos.

Pembaca, ini belum tamat. Aku masih akan bercerita kisah ngentotku dengan bebeapa laki-laki lagi. Kini, aku benar-benar ketagihan kontol besar. Sekian dulu ya.



Ngentot dengan Sukma Tiara sepulang kerja





Sejak kejadian aku memperkosa Tiara di toilet tempo hari, sampe sekarang udah gak ada alasan lagi buat Tiara nolak ajakanku. Setiap aku ajak dia ngentot, dia pasti mau. Aku selalu terangsang setiap ngelihat Tiara nungging. Saat dia lagi kerja sekalipun, aku selalu merhatiin betisnya yang gak sengaja kelihatan. Putih banget. Kalo dia suruh aku jilatin betisnya, aku pasti mau.

Suatu hari, sepulang kerja, kira-kira jam setengah tiga gitu lah, aku udah gak kuat nahan konak. Aku kasih kode ke Tiara agak dia pulang belakangan aja. Tiara ngerti dengan kodeku. Keren memang perempuan ini.

Di ruangan kantorku udah gak ada siapa-siapa lagi selain aku dan Tiara. Lampu masih nyala. Itu cuma pertanda kalo di ruangan kami masih ada orangnya, biar OB gak sembarangan masuk.

Tiara aku lambai, aku suruh mendekat. Begitu dia mendekat, aku segera membuka resleting celanaku dan mengeluarkan kontolku yang udah membengkak. “Wah, gila, udah gede begini. Bapak udah konak sejak tadi ya?” canda Tiara. Aku cuma ngangguk sambil berharap agar Tiara cepet-cepet ngulum kontolku. Tiara rupanya paham. Dia gak langsung ngulum kontolku. Digenggamnya dulu kontolku itu, dipijit-pijitnya, lalu dia jilatin ujungnya. Aku merinding. Lidah Tiara sangat panas. Rasanya sungguh nikmat. “Ayo, cepet dikulum dong Tiara.” Tiara malah tersenyum. Bibirnya yang agak tebal di bagian bawah itu yang membuat nikmat saat ciuman atau saat ngisep kontolku.

Gak lama, Tiara masukin batang kontolku ke mulutnya. Blessssssss… uhhhhhhhh… hangat dan nikmat. Terlebih saat kontolku mulai keluar masuk di dalam mulut Tiara. Betul-betul nikmat yang tiada terkira. Terlebih saat lidahnya seperti menari menjilati kepala kontolku. Itu adalah nikmat yang tiada tara. Aku hanya tengadah dan memejamkan mata. Aku biarin Tiara kerja sendirian. Dan, sekitar lima belas menit, kontolku rasanya berkedut, seperti ada yang mau meledak. Aku minta Tiara untuk lebih cepat nyepongin kontolku. Tiara ngelakuinnya. Lalu, pejuhku muncrat semua di dalam mulut Tiara. Tiara sendiri dengan sigap menelan habis pejuhku. Kepala kontolku dia jilati sampe bersih.

“Sudah Pak? Atau masih kurang?” aku tersenyum. Kusuruh dia duduk di tempatku duduk tadi. Kini aku yang kerja. Rok Tiara aku angkat sampe pinggang. Pahanya, ohhhh, putih dan muluuuuuus. Tanpa cela. Celana dalam Tiara aku turunin juga. Bulu pepeknya tebel, hitam, dan menggairahkan. Gak pake lama, lidahku langsung menyerang pepek yang udah terpampang itu. Tiara duduk sambil mengangkat kedua pahanya yang dia renggangkan. Dalam posisi seperti itu, lobang pepek Tiara terbuka lebar, sangat siap untuk dikentot tentunya. Tapi aku gak buru-buru. Aku menikmati saat aku menjilati lobang pepeknya, menjilati bibir pepeknya yang lembut dan nikmat. Itilnya yang mulai mengeras juga sangat nikmat untuk dikenyot. Tiara mendesah-desah, menambah suasana jadi tambah menggairahkan.

Kontolku yang udah ngaceng lagi aku tempelkan ke lobang pepek Tiara. Tiara menuntun kontolku untuk masuk ke dalam lobang pepeknya. Gila, bener-bener jadi pelacurku sekarang perempuan ini. Aku tersenyum licik.

Kontolku udah aku hentak-hentak dan keluar masuk lobang pepek Tiara. Tiara bersandar ke sofa dan memegangi pahanya. Mulutnya tak henti meracau setiap kontolku menusuk pepeknya terlalu dalam.

“Tiara, gantian dong. Aku yang duduk di sofa, kamu yang genjot aku.” Tiara membuka matanya yang terpejam keenakan tadi. “Boleh Pak.” Lalu aku duduk di sofa. Tiara nungging di depanku. Anjing! Belahan pantatnya itu loh yang sungguh seksi. Putih mulus, bulat, dan kenyal. Apalagi saat batang kontolku udah terjepit di sela-sela belahan pantat kenyal dan putih itu, uggghhhhh… tambah seksi aja perempuan beranak satu ini.

Tiara mulai naik turunin pantatnya. Kontolku juga udah keluar masuk pepek Tiara. Rasanya sungguh nikmat. Aku meremas pinggul Tiara. Sesekali juga aku tepuk pantat binalnya yang seksi itu.

Rasanya genjotan Tiara makin lama makin cepet. Tiara udah gelisah sambil meremas susunya sendiri. Aku tau, pasti gak lama lagi nih perempuan bakal orgasme. Dan benar saja. Tiara melenguh panjang. Pantatnya dia tekan kuat-kuat, berharap kontolku bisa masuk sedalam-dalamnya. Tiara orgasme.

Aku yang belum orgasme lagi, berusaha bangkit dengan tanpa melepas kontolku dari lobang pepeknya Tiara. Tiara aku tunggingkan. Tangan Tiara bertumpu di pegangan sofa. Posisi nunggingnya juga udah sempurna. Apalagiiiiiii. Hajaaaar. Aku kentot Tiara dengan beringas. Suara pantat Tiara yang beradu dengan pangkal pahaku sungguh riuh. Apalagi suara tusukan kontolku di dalam lobang pepek Tiara yang udah banjir, bikin suara ribut sendiri.

Lima menit kemudian, aku gak kuat nahan gejolak. Aku muncrat lagi, kali ini muncrat di dalam lobang pepek Tiara. Lumayan banyak juga pejuhku yang keluar. Malah sampe ada yang ngalir di sela-sela lobang pepek Tiara.

Kontolku aku cabut, aku sodorin ke mulut Tiara. Dengan sabar dia menjilati kontolku dari sisa-sisa sperma sampe bersih. Kelar menjilati kontolku, Tiara berdiri dan memasang celana dalamnya lagi. Anjing memang. Gerakan Tiara saat memakai celana dalam aja bisa bikin aku nelen ludah. Perempuan ini sungguh menggairahkan dalam segala hal. Jilbabnya sepertinya udah gak ngaruh lagi sekarang. Tiara udah jadi anjing betinaku saat ini. Kapanpun aku mau ngentot dengan dia, dia selalu ada dan bersedia.

Aku bangkit. Aku buka blouse Tiara, aku keluarin susunya yang lumayan membusung dan sungguh kenyal. Aku kenyot susunya dengan brutal. “Tiara, makasih ya udah mau ngentot dengan saya.” Tiara mendesah sambil menggeliat. “Sama-sama Pak…” 

Memperkosa Sukma Tiara




Kantorku berisi lima orang dalam satu ruangan. Tiga laki-laki, dua cewek. Yang cewek tuh namanya Yuyun Hazmithaningsih dan Sukma Tiara. Nah, yang mau aku ceritain di sini adalah Sukma Tiara ini.

Tiara, biasa dia dipanggil, sangat rapi dalam berbusana. Dia pake jilbab. Gak pernah sekalipun dia bertingkah yang aneh-aneh, apalagi sampe yang mengundang birahi.

Suatu hari, gak tau kenapa kok aku bener-bener kepengen ngentotin dia. Tiara berangkat ke kantor agak siang. Dia kehujanan rupanya. Rok yang dia pake agak basah, terutama bagian pantat. Nah, dari sini mulanya. Pas Tiara nungging ngambil berkas di laci meja, pantatnya tuh aduhai banget. Celana dalamnya tuh njeplak dan menggairahkan. Karena sedikit basah, jadinya bongkahan pantat Tiara pun agak membayang. Aku gak sengaja ngelihat pantat Tiara ini. Seketika aku terperangah. Aku liatin puas-puas pantat yang indah itu. Sialan. Kontolku mengeras. Aku gak kuat ngeliat Tiara nungging kayak gitu.

Pas Tiara ke WC, diam-diam aku ngikutin. WC agak jauh dari ruang kantor kami. Tiara masuk WC. Aku mengendap-endap. Gak lama, pintu WC kebuka. Aku cepet nyerobot masuk. Tentu aja Tiara kaget bukan kepalang.

Aku gak mau lama-lama lagi. Takut bikin curiga temen-temen. Pintu WC cepet aku tutup. Tiara aku pepet ke dinding. Mulutnya aku bekap dengan tangan kananku. Sedang tangan kiriku meremas bongkahan pantatnya yang nungging tadi. Tiara berontak. Sehingga aku terus menggencet dia ke dinding.

“Tiara, plisss. Turuti kemauanku sekali ini saja. Aku gak bakal nyakitin kamu kalo kamu mau bersikap kooperatif. Aku pengen ngentotin kamu sekarang. Sebentar saja. Kamu ngangguk kalo kamu mau, dan aku gak bakal nyakitin kamu. Tapi kalo kamu teriak, aku gak segan-segan melukai kamu. Jadi…?”

Agak lama Tiara diam. Dia nangis. Bodo amat. Tanganku tetep meremas bongkahan pantatnya. Malahan pelan-pelan aku mulai angkat roknya. Kontolku yang udah ngaceng berat sekali-sekali aku tempelin ke belahan pantatnya yang masih terbungkus rapat itu. Rasanyaaaa… ahhhh, hangat.

“Gimana Tiara? Mau ngentot sama aku gak?”

Dalam tangisnya, Tiara ngangguk juga. Pelan-pelan bekapan tanganku di mulutnya aku lepasin. Tiara mulai sesenggukan. Saat aku udah yakin kalo Tiara gak bakal teriak atau memberontak lagi, aku mulai aksiku dengan cekatan. Aku angkat rok Tiara. Aku singkap tinggi-tinggi. Aku tunggingkan dia. Tangannya bertumpu di dinding.

Dan… benar saja. Aku sudah menduga kalau bongkahan pantat ini pasti mulus, putih, tanpa cela. Gilaaaa. Pantat Tiara membusung bulat dan kenyal. Aku usap-usap dengan penuh napsu. Pahanya, gak usah ditanya lagi. Pahanya bagus. Kenyal. Putih, padat berisi. Pinggulnya ramping meski Tiara udah punya anak satu. Tangis Tiara justru membuat aku kian ngaceng.

Perlahan aku mulai melorotin celana dalamnya. Anjiiiing. Belahan pantatnya men, ahhh… bener-bener menggoda, menggairahkan, kenyal, putih dan mulus. Aku jongkok persis di belakang Tiara yang nungging menggemaskan ini. Sambil aku remas pantat yang indah itu, belahannya aku buka, aku jilati lobang pepeknya yang sedikit ditumbuhi bulu halus. Tiara mengerang pelan. Tubuhnya seketika menggeliat saat lidahku menyapu belahan pantatnya dan sesekali mencocol lobang pepeknya dengan ujung lidahku. Rasanya nikmat sekali.  

Aku gak mau lama-lama. Takut ada yang curiga. Aku segera membuka celanaku sendiri. Kontolku aku keluarin dari celana dalam. “Tiara, tolong kamu emut sebentar kontolku ini. Biar licin saat ngentotin kamu nanti. biar kamu gak sakit.” Kataku. Tiara balik badan dan langsung jongkok di hadapan kontolku. Masih dengan sesenggukan, mulutnya terbuka dan mulai mengulum kontolku. Sesekali lidahnya yang panas mengelitik ujung kontolku. Buah pelirku juga gak luput dari sapuan lidah Tiara. Ohhhhh, nikmat sekali rasanya. Rupanya Tiara sudah mahir juga nyepongin kontol. Aku yakin, suaminya lah yang ngajarin dia nyepong sampe-sampe dia jago gini. Dan demi setan yang sedang merasuk di otakku, aku gak pengen cepet-cepet menyudahi sesi ngemut kontol ini. Tapi mau gimana lagi. Kondisi lagi gak memungkinkan.

“Accchhh… uddd… uddddaaaahhh Tiara. Sekaranghhh kamu nungging yahhh.” Aku mulai ngos-ngosan. Tiara tanpa banyak bicara, langsung nungging kayak tadi. Tangannya bertumpu ke dinding. Aku langsung mengarahkan kepala kontolku ke lobang pepek Tiara yang udah merekah. Pepek Tiara udah agak basah. Astaga, jangan-jangan Tiara juga terangsang saat ngemut kontolku tadi??? Ah, terserah. Aku mulai menekan kontolku. Gak susah masuk ke pepek yang memang udah basah. Kontolku keluar masuk dengan leluasa. Aku mendesah. Tiara juga. Tanganku mencengkeram pinggul Tiara. Sedang pinggulku sendiri bergoyang maju-mundur dengan teratur. Aku mendengar desah yang tertahan dari mulut Tiara saat kontolku aku hujamkan sedikit kuat ke lobang pepeknya. Pantat Tiara yang kenyal itu memantul-mantul dengan indah saat bertemu dengan pangkal pahaku.

Kontolku berkedut. Seperti ada yang mau keluar. Aku mempercepat goyanganku. Tiara seperti terbanting-banting. “Tiaraaaaa… aaaahhh… aaaahhhhh… aku mau keluarrrrr… ini dikeluarin di manaaaaa???” bisikku pada Tiara.

“Hmmmmmmphhh… tumpahin di dalam aja, Pak. Tiara udah KB. Hmmmphhh… accchhhhh…”

Pinggul Tiara aku remas kuat-kuat. Kontolku aku benamkan dalam-dalam. Aku muncrat di dalam pepek Tiara. Banyak sekali spermaku yang tumpah. Malah ada yang sampe netes ke lantai.

Tiara aku peluk dari belakang. Aku cium leher belakangnya. “Tiara, maafkan aku.” Kataku tulus. Aku udah memperkosa Sukma Tiara. Aku udah ngontolin Tiara. Aku udah ngentotin dia kayak gini. Semoga setelah ini Tiara gak marah sama aku.

Tiara hanya ngangguk. Gak ngomong apa-apa dia.

Gak lama, kami saling memakai pakaian masing-masing yang berantakan ini.

Inilah ceritaku Memperkosa Sukma Tiara. Semoga kejadian ini gak terjadi ke pembaca sekalian. 

Ngentot dengan Cici Pradilia di Rumah Rani





Kawan, ini adalah lanjutan ceritaku ngentot dengan Cici yang aku posting di blog-nya Bang Yere ini. Setelah aku ngentot dengan Cici di rumahku, sampe dua kali aku kontolin Cici di sofa, aku langsung nganterin dia ke rumah Rani untuk ngambil paketan barang. Rumah Rani gak terlalu jauh. Sekitar 15 menit lah dari rumahku.
Begitu ketemu Rani, Cici langsung cipika cipiki dengan Rani. Rani adalah kawan karib kami juga meski dia beda jurusan. Rani ambil sastra Inggris.
Bener dugaanku. Kalo cewek udah ngerumpi, pasti bakalan lama dan lupa dengan dunia sekitar. Mereka berdua lupa sama aku. Sialan. Beruntung sekali aku bawa laptop. Jadinya aku bisa sambil kerja.
Aku duduk di lantai, diantara sofa dan meja. Laptop menyala di depanku. Sementara Cici dan Rani udah larut dalam cerita-cerita khas cewek.
Aku baru sadar kalo ternyata Rani pake bawahan rok bahan tissue yang gampang banget tersingkap kalo yang make gerak dikit aja. Rok Rani lumayan pendek, sekitar lima jari di atas lutut. Nah, karna posisiku yang dibelakang laptop dan mereka berdua duduk di sofa persis di depanku, aku jadi gampang ngelirik paha Rani dan Cici. Sedang mereka berdua gak nyadar kalo aku sering ngintipin paha mereka.
Kalo paha dan celana dalam Cici sih gak perlu aku intip lagi lah. Kan tadi udah aku kentotin dia sampe dua kali. Si Rani ini yang bikin aku ngaceng setengah mati. Meskipun aku udah ngontolin cici sampe dua kali, tapi begitu ngelihat paha mulus Rani yang terpampang dengan sempurna di depan muka gini, owwwhhh… tetep aja bikin aku ngaceng dan pengen ngentot lagi. Gimana enggak? Paha Rani tuh mulus, berisi, dan selangkangannya yang kelihatan cuma sedikit-sedikit tuh bikin aku penasaran pengen lihat.
Lagi asik ngintipin paha Rani yang sesekali terbuka dengan lebar tanpa disadari oleh Rani sendiri, aku dikagetin sama suara yang punya paha. “Eh, Ndi, ya ampuuun, sori banget yah kamu kita anggurin dulu. Biasa lah. Cewek kalo udah ketemu ya gini. Sibuk rumpi. “
Aku langsung pura-pura sibuk. “Lanjutin deh. Aku gak masalah lagi. Aku cuma laper nih.”
Rani kaget dengan ucapanku. “Oh ya ampuuun. Ini jam-nya makan siang ya? Wah, nyokap lagi kerja. Kayaknya di meja makan gak ada apa-apa deh.”
Nah, aku jadi gak enak. Aku cepet-cepet klarifikasi kalo aku gak bermaksud minta makan atau apa lah namanya. Tapi Rani malah ngasih solusi laen.
“Kita masak bareng-bareng aja yuk. Di kulkas ada tuh bahan-bahan mentah. Kayaknya seru deh kalo kita masak bareng-bareng. Gimana?”
Cici setuju dan sangat antusias. Sedangkan aku tambah bete aja. Masak berarti meninggalkan meja ini dan itu artinya aku kehilangan paha mulus Rani. Ah, menyebalkan. Tapi aku harus pura-pura setuju sambil memastikan kalo rumah ini bener-bener kosong.
Di dapur, mereka masak sambil ketawa-ketawa. Aku bantu-bantu yang aku bisa aja. Nyuci sayur, nyiapin peralatan masak. Tiba-tiba Rani menjerit, “Garemnya abiiiiiis. Sialan. Tunggu ya. Aku pergi beli dulu. Gak jauh kok. Sepuluh menit lah. Tunggu ya.” Kelar ngomong gitu Rani langsung kabur.
Sepeninggal Rani, aku langsung nuju ke arah Cici yang lagi motong kangkung sambil sedikit nungging. Aku remas susu Cici dari belakang. Tentu aja Cici memberontak. “Ci, owwwhhh… tolongin aku Ci. Aku tadi ngaceng banget. Aku ngintipin pahanya Rani dan pahamu juga. Anjingggg… paha kalian mulus-mulus gitu sih? Accchhhh… Cici, tolongin aku Ci…”
Cici memberontak, “Gila kamu Andi. Jangan. Rani gak lama. Bahaya Ndi. Awww… ichhh… udah Ndi, udahhh…”
Aku gak peduli dengan berontakan Cici. Aku tetep menciumi lehernya. Tanganku yang kanan meremas susunya dengan brutal sedang tanganku yang kiri berusaha masuk ke dalam roknya dan meremas bongkahan pantatnya yang mengkal dan kenyal. Cici masih memberontak. “Andi, oowhhh… ngggghhh… Rani gak lama, bentar lagi dia datang… ssshhhhh… acccchhh… udah Ndi, udah. Ntar aja di rumahmu…”
Aku masih menjilati leher Cici. “Gak bisa Ci. Aku harus ngentot sekarang. Aku gak kuat nahan. Paha Rani kebayang mulu. Anjinggg…  putih banget. Owhhh… Cici… Cici… kamu nungging ya. Sebentar aja. Aku bisa ngentot dan muncrat gak sampe sepuluh menit kok. Nungging ya Ci…”
Cici kayaknya udah pasrah dan mikir percuma aja memberontak. Napsuku udah gak bisa dibendung lagi. Akhirnya Cici nungging juga. Kakinya dia kangkangin. Rok Cici segera aku singkap. Bongkahan pantatnya segera kelihatan mengkal. Kutarik dengan kasar celana dalam Cici. Gak sampe lepas emang. Cuma sampe paha aja. Jariku langsung ngobok lobang pepek Cici. Udah agak basah. Berarti barusan Cici juga terangsang. Bagus deh. Sewaktu jariku keluar masuk pepek Cici, dia melenguh dan mendesah-desah. Tangannya bertumpu di meja. Posisinya udah siap banget untuk dikentot dari belakang.
Aku gak buang-buang waktu lagi. Kontolku aku keluarin. Aku ludahin ujungnya, lalu aku tusukkan ke lobang pepek Cici yang udah merekah. Blesssss… kontolku udah terbenam dengan sempurna. Aku diamkan sebentar. Cici udah gelisah. “Ndi, cepetan. Ntar Rani dateng loh. Aduhhh… enak juga dikontolin dengan posisi begini. Digoyang dong, Ndi…”
Aku mencengkram bongkahan pantat Cici yang putih mulus. Belahan pantatnya begitu menggairahkan. Aku segera menarik kontolku pelan-pelan, lalu aku benamkan lagi. Keluar masuk dengan lancarnya. Cici udah kelabakan nahan nikmat. Desahan Cici tertahan, kalah dengan suara pangkal pahaku yang beradu dengan bongkahan pantat Cici. Klepekkk… klepeeeekkkk… slepppp… sleppp… sleppp… bunyi kontolku keluar masuk di dalam pepek Cici yang sumpah legit banget. Aku bener-bener menikmati ngentot kali ini sambil aku mejamin mata. Aku ngebayangin kao Rani yang lagi aku kentot begini.
“Ci, akuuuu… ngggghhh… mau keluaaaarrrrr…” aku mempercepat gerakan ngentotku. Cici mengimbangi dengan memutar-mutar pantatnya. Aku kian gak tahan. Akhirnya aku muncrat di dalem pepek Cici. Sekitar empat kali crottt spermaku muncrat. Kubenamkan kontolku dalam-dalam. Napasku memburu. Cici juga. Ternyata dia udah orgasme juga.
Dua menit kemudian, aku cabut kontolku. Aku lap pake tissue yang ada di meja. Cici langsung ngacir ke kamar mandi.
Begitu keluar dari kamar mandi, Cici udah rapi lagi. Aku juga. Tinggal napas kami saja yang masih sedikit memburu. Kami saling tersenyum. “Gila kamu, Ndi. Kalo sempet Rani lihat, mampus kita.”
Aku tersenyum, “Ah, palingan juga dia minta aku kontolin sekalian. Gila banget. Kalo aku sampe bisa ngontolin Rani, aku bakal bahagia banget. Apalagi kalo kita bisa maen bertiga. Wuidiiihhh. Enak tuh, Ci. Kamu baring sambil ngangkang, Rani jilatin pepekmu, aku ngentotin Rani yang nungging sambil jilatin pepekmu. Sedap itu Ci.”
Cici gigit bibir. “Iya juga ya, Ndi.” Aku ngangguk, “Makanya, kamu ajakin deh Rani maen bertiga sama aku. Kapan-kapan tentunya.”
Gak lama, Rani dateng sambil bawa garem. Acara masak pun kita lanjutin.

Oke, pembaca yang budiman, segitu dulu postingan kali ini. Untuk Bang Yere, thanks udah kasih ijin untuk share cerita ini. Ntar aku share lagi. Aku nunggu cerita dari bang Yere nih. Mana ceritamu??? 

Ngentot sama Cici Gara-gara Curhat


Ngentot sama Cici Gara-gara Curhat

Namanya Linda Cici Pradilia. Aku temenan sama dia sejak kuliah. Kita adalah temen sekelas di jurusan Manajemen Bisnis di salah satu universitas swasta di kotaku, Kota S. Cici temen yang baik. Menurut seleraku, Cici bukan tipe cewek yang cantik. Lumayan lah. Kulitnya sawo agak gelap. Tingginya mungkin 160 gitu lah. Dadanya juga gak terlalu besar. Yang aku suka dari Cici adalah pinggulnya. Pinggul Cici bagus, apalagi kalo dia jalan. Goyangannya itu loh. Ach…

Setamatnya kuliah, aku gak pernah lagi ketemu sama Cici. Konon menurut cerita kawan-kawan, Cici ikut suaminya ke Kota N. Aku juga gak terlalu tertarik mengikuti kisah-kisahnya di media sosial. Cici sering nyeritain tentang suaminya yang menurutku sih ada gejala selingkuh. Dugaanku aja kok. Semoga aja nggak. Kasian kalo bener.

Suatu kesempatan, Cici bilang di media sosial kalo dia mau berkunjung ke Kota S lagi. Mau ambil paketan dari temennya yang tinggal di Kota A. iseng-iseng aku nimbrung di obrolan mereka. Sial bagiku, Cici malah minta jemput di bandara. Aku cuma merutuk dalam hati sebab ini jelas ngerepotin banget. Tapi aku iyain aja permintaannya itu tadi. Kali aja aku dapet oleh-oleh apaaaa gitu.

Sampe di bandara, aku kaget pas ngelihat Cici. Kulitnya udah agak putihan. Susunya tambah besar, menggantung dengan indahnya. Apalagi Cici pake kaos ketat. Cocok banget dengan rok hitam selutut yang dia pake. Singkatnya, Cici lumayan cantik lah.

“Eh, Andi ya? Gilaaaa. Lama banget kita gak ketemu. Lima tahun ada kali ya?” kata Cici sambil mencium pipi kiri dan kananku. Aku berusaha biasa aja. Aku jawab seperlunya juga. Tapi tidak meninggalkan kesan ramah dan akrab tentunya.

“Yuk lah, aku anterin kemana nih? Ke kos mu yang dulu atau kemana?” tanyaku begitu kami udah di dalem mobil. Mobil belom jalan. Aku nunggu jawaban dari Cici dulu. Cici masih memoles wajahnya dengan bedak. Sesekali mataku singgah ke pahanya yang putih mulus. Gak tau kenapa kok aku jadi pengen mengusap paha itu. Pengen bener menjilatinya. Susu Cici juga tuh. Ah, sialan banget. Kok bisa besar gitu sih sekarang? Kontolku udah ngaceng aja jadinya. Benar-benar sialan.

“Yuk, ke rumahnya Rani ya. Masih ingat kan?”

Aku mengangguk. Mobil udah bergerak ningalin bandara. Di perjalanan, Cici banyak diam. Kayaknya dia kagum sama Kota S yang udah lama dia tinggalin ini. Saat matanya melihat ke luar jendela, mataku sesekali melirik susu dan paha Cici. Sesekali pahanya terbuka dan roknya terangkat sedikit. Putih dan bikin penasaran. Aduh mak. Kontolku tambah ngaceng. Yang tadinya aku cuma pengen menjilati pahanya, lama-lama aku jadi pengen ngentotin dia deh. Tapi ah, kayaknya gak mungkin lah. Cici pasti gak mau aku kontolin. Yang ada aku digampar ntar.

“Ci, ke rumahku sebentar ya. Sebentar aja. Aku mau ambil tas dulu. Kali aja ntar di rumah Rani kita agak lamaan. Jadinya aku bisa sambil kerja. Oke?” Cici mengangguk dan tersenyum.

Sampe di rumah, Cici aku suruh duduk di sofa sambil nunggui aku ngambil tas di kamar. Seperti janjiku, aku gak lama. Tapi, rasanya gak enak juga kalo Cici gak ditawarin minum. Sialnya, Cici malah ngaku kalo dia haus. Waduh, mana di rumah lagi gak ada orang. Di kulkas juga gak ada apa-apa. Cuma aer putih. Yaelah. Tapi untungnya Cici mau ngerti.

“Istrimu kemana?” kujawab pertanyaan Cici dengan singkat, “Kerja. Biasalah. Ini kan jam produktif dia.” Kami duduk lagi di sofa. Aku bingung mau cerita apa. Cici juga kayaknya lebih milih jelalatan ngeliatin interior rumahku. Aku hilir mudik pura-pura sibuk. Padahal tujuanku cuma satu, nyari kesempatan ngintipin selangkangan Cici yang sedikit terbuka. Gak bisa ngintip celana dalamnya, paha bagian dalamnya pun jadilah. Sesekali juga aku mbenerin kontolku yang ngaceng dan sedikit miring.

Karna gak dapet kesempatan ngintipin pahanya, aku nyerah. Aku duduk di sebelahnya. Agak berjarak sih. Lalu aku ngobrol dengan membuka wacana yang sebenarnya privasi. Aku tanyain kenapa kok Cici seneng banget bikin status soal suaminya yang gak bener. Sudah separah itukah suaminya? Di luar dugaanku, Cici justru cerita panjang lebar. Aku ngedengerin sambil ngelirikin susunya yang ikut turun naik saat Cici narik napas.

Pas Cici cerita, tiba-tiba hp nya bunyi. Ada yang nelpon rupanya. Cici berbicara dengan si penelpon gak lama. Pas dia matiin hp nya, aku sempet liat foto anak-anak. Iseng lagi, aku tanyain itu anaknya kah? Cici jawab iya. Aku pengen lihat foto anaknya dan Cici gak keberatan. Aku mendekat ke sebelah Cici. Cici langsung nyalain hp nya lagi. Dia liatin foto-foto anaknya ke aku. “Gak apa-apa aku tersiksa lahir batin asal anaku jangan.” Kata Cici pelan. Tersiksa batin? Oh. Aku tau maksudnya. “Ci, maaf, itu artinya kamu juga jarang dong dapetin hak kamu sebagai istri?” Cici ngangguk. “Kesian ya kamu Ci. Punya suami tapi gak bisa dapetin maksimal. Andai aja… ah. Gak usah lah.”

“Andai aja apa, Ndi?” tanya Cici penasaran. “Gak kok. Tadi aku mau bilang, andai aja kamu punya niat membalas kelakuan suami kamu itu, aku mau bantuin kok. Biarpun dia gak tau, yang penting kamu puas dulu. Kan gitu.”

Cici natapin aku dengan serius, “Maksudmu?” aku jadi salah tingkah, “Anu… eh, gak usah lah Ci. Ini dosa loh. Lagian kamu juga belom tentu mau. Belom tentu setuju dengan usulku.” Cici senyum, “Kamu belom bilang apa-apa.”

“Ci, kamu… kamu… kamu kan jarang dapet kepuasan batin. Kamu mau… kalo aku yang ngasih kepuasan itu? Eh, kalo gak mau juga gak apa-apa kok Ci. Jangan marah ya Ci.”

“Jujur aja, aku juga lagi butuh. Tapi masa iya sih sama kamu? Kamu kan temen aku kuliah. Aku tau banget gimana kamu dulu. Kamu itu lucu. Kok sekarang bisa-bisanya kamu mau nidurin aku, mau ngontolin aku. Ah.”

“Ci, dicoba dulu yuk. Sebentar aja. Sumpah Ci, begitu ngelihat kamu di bandara tadi, aku udah gelisah. Aku ngintipin paha kamu. Aku ngelirik susu kamu. Dan itu bikin kontol aku ngaceng sepanjang jalan Ci. Plis ya Ci, kita coba dulu. Kalo kamu gak puas, kita ngentotnya sekali aja. Gimana?”

Cici nunduk. “Dimana?” aku merapatkan tubuhku ke tubuh Cici. “Di sini aja Ci. Kalo misal kamu puas dan suka dengan servisku, kita ngentot lagi di kamar. Mau?” pintaku dengan mata sayu. “Mau deh.”

Aku gak buang waktu lagi. Cici langsung aku peluk. Bibirnya aku kecup perlahan. Lalu lidah kami saling memilin. Mata Cici terpejam. Lama juga kami ciuman. Mungkin sekitar sepuluh menitan. Sambil melumat bibir Cici, tanganku udah meremas susunya. Sementara tanganku yang satu lagi udah masuk ke dalam kaosnya bagian belakang. Aku berusaha membuka pengait kotangnya. Dan itu gak sulit. Begitu pengait itu lepas, pelan-pelan aku angkat kaos Cici. Susunya segera menyembul. Indah sekali. Putih. Mengkal. Kenyal. Lidahku langsung menyapu putingnya yang merah kecoklatan. Cici mendesah dan menggeliat.
Tanganku segera pindah ke paha Cici. Akhirnya, aku berhasil mengusap pahanya yang mulus itu. Pelan-pelan rok Cici aku angkat. Cici juga membantu dengan sedikit-sedikit mengangkat pantatnya. Oke, pahanya udah aku singkap. Pangkal pahanya juga udah kelihatan.

Begitu susu Cici udah basah total dengan liurku dan Cici pun udah kepayahan bernapas, aku pindah ke bawah. Aku ciumi pepek Cici yang masih terbungkus celana dalam merah muda itu. “Ci, maaf ya, celana dalammu aku buka ya Ci. Boleh kan?” “Acchhhh… mmmmphhh… buka ajjjahhhh…” Cici mengangkat pantatnya lagi. Perlahan aku turunin celana dalamnya lepas. Aku kaget. Jembut Cici begitu lebat. Dan aku sangat suka dengan cewek yang jembutnya lebat begini. Entah kenapa. Tanpa buang-buang waktu lagi, segera aku jilatin pepeknya yang gemuk dan basah itu. Tugas tanganku kini membuka celanaku sendiri. Di saat Cici menggelinjang, mendesah, bahkan sesekali teriak saat kelentitnya aku gigit, aku sudah menelanjangi tubuhku sendiri. Kontolku udah ngaceng maksimal. Kepalanya udah basah dan mengkilat.

“Ngghhhh… Andi… aduhhh… aduhhhhhh… ini aku mmmmmmau ppppipppppissssss… aku mmmmmmau.. accchhhhhh…” Cici mengeluarkan pipisnya persis ke mukaku. Pipisnya banyak juga. Kelar pipis, Cici memandangku dengan muka sayu. “Andi, gimana dong? Ntar lantai kamu jadi pesing gara-gara pipisku ini. Maafin aku yah. Kamu sih. Lidahmu itu kok ya pinter bener jilatin pepekku. Bikin geli dan nikmat.”

“Gak apa-apa kok Ci. Ntar kita pel sama-sama. Nah, kamu kan udah orgasme. Mau kan kamu bantu aku orgasme juga? Biar kita sama-sama ngerasain nikmat.” Cici ngangguk sambil tersenyum. “Oke. Kamu baring di sofa gih. Dan ngangkang ya Ci. Mumpung belom kering.” Cici langsung menuruti perintahku. “Ci, maaf ya. Kamu aku kontolin sekarang ya.” Kelar ngomong gitu, aku lalu nempelin kepala kontolku ke belahan pepek Cici yang penuh dengan jembut. Cici yang ngangkang dengan paha putihnya kian membuat aku napsu. Kontolku aku tekan pelan-pelan ke lobang pepek Cici. Cici sedikit melenguh. “Owwwhhh… kontolmu kok besar gini sih, Ndi? Awwwhhh… hhhmmmppph… ennnakkkh…”

Kontolku udah keluar masuk dengan lancar di dalam pepek Cici. Aku sabar dalam ngentotin Cici. Aku kasih dia kenikmatan lagi. Kontolku gak aku pacu dengan cepat. Pelan-pelan tapi lancar keluar masuk. Sesekali juga aku belai rambut Cici. Dia begitu menikmati saat aku kentot. Pinggulnya yang aku sukai dulu dan sekarang itu ikut goyang pelan-pelan. Suara becek yang muncul dari pertemuan kontolku dan pepek Cici kian menambah napsu saja.

“Cici, owhhh… sayang, kamu nungging ya. Aku mau ngentotin kamu dari belakang. Boleh kan?” sambil ngomong gitu aku masih juga ngentotin Cici. Kontolku gak berhenti keluar masuk. Kuhentikan gerakanku saat Cici mengangguk.

Cici segera nunging di sofa. Posisinya seperti orang yang merangkak. Pantatnya yang bulat dan indah itu dia hadapkan ke aku. Gila. Aku gak pernah ngebayangin bisa ngentotin pantat temenku kuliah ini. Pantat yang mulus tanpa cela. Bulat, kenyal, mengkal, dan lumayan besar. Sewaktu Cici nungging dan menurunkan sedikit perutnya, lobang pepek cici langsung merekah. Belahan pantatnya sungguh mengundang kontolku untuk segera masuk ngentotin dia.

“Udah siap, Ci?” tanyaku sambil memukul-mukulkan batang kontol ke belahan pantatnya. “Hmmmmmph. Udah. Hayuk.” Aku langsung menekan lobang pepek Cici dengan kepala kontolku. Cici melenguh saat kontolku keluar masuk di lobang pepeknya. Ngentot gaya nungging beginu sungguh enak sekali. Aku suka. Apalagi sambil melihat gerakan liar pantat Cici yang bergoyang seirama dengan hentakanku saat ngentot. Owwwhhhh… luar biasa nikmat.

“Cici… owhhh… enak banget pepekmu Ci… accchhh… accccchhhhhhhh…” gerakan ngentotku aku percepat. Seperti ada yang mau keluar dari lobang kontolku. Dan sepertinya banyak.

“Ciiiii… aaakkkkku mau kkkkkeluarrrr. Ini dikeluarinnnn dimana Ciiiii…?”

“hhhh…hhhhhh di dalam ajahhhhh… owh… terus… terusss… aku juga mau keluar. Aku mau keluar lagi. Nggggggghhhhhhh…”

Aku remas pantat Cici yang kenyal itu. Gerakanku juga aku percepat. Bunyi klepekkk…klepek…klepek… slepppp… sleppppp… kiat cepat saja. Tubuh Cici seperti terdorong ke depan saat aku ngentot udah gak lagi pake perasaan. Seketika, spermaku muncrat banyak sekali di dalam lobang pepek Cici. Crottt… crotttt… croooooooottttt… nggggggghhhhh… aku memejamkan mata. Kutekan kontolku dalam-dalam ke lobang pepek Cici. Pangkal kontolku melekat dengan erat di bongkahan pantat Cici. Cici sendiri langsung lemas.

Setelah gak lama, aku ngajak Cici ngobrol. “Gimana Ci? Kira-kira masih ada ronde ke dua gak? Cici puas gak?”

Cici berbalik dan langsung ngemut kontolku, membersihkan sisa spermaku dengan tekun. Setelah kelar, dikecupnya kontolku sekali. “Saat aku orgasme yang pertama tadi, aku udah memutuskan untuk meneruskan ngentot kita ini. Gak cuma ronde kedua, tapi seterusnya selama kamu dan aku menghendaki. Gimana?”

Aku mengangguk senang. Tubuh cici segera aku tubruk, aku hujani bibirnya dengan ciuman panjang. Susunya aku remas dengan kasar. Posisiku saat ini adalah persis di selangkangan Cici. Sehingga kontolku letaknya pas juga di gundukan pepek Cici yang tembem dan nikmat itu. Gak tau gimana ceritanya, kontolku keras lagi. Ngaceng lagi. Gak pikir panjang, Cici aku kentot lagi dengan posisi pertama tadi. Paha cici udah ngangkang dengan sempurna. Kali ini Cici memelukku sambil bibirnya teriak-teriak kenikmatan. Suara ngentot kami kali ini lebih rame sebab di dalam pepek Cici ada spermaku yang belom dibersihin.

Gak sampe sepuluh menit, aku muncrat lagi. Cici juga pipis lagi. Sumpah, pipisnya Cici ini justru jadi bikin aku semangat ngentot dia. Itu artinya dia juga puas dengan kontolku. Accchhh… Cici. Gak nyangka bisa ngentotin kamu seperti ini. Terima kasih Cici. Kapan saja kamu minta di kentot, gak usah nyari laki-laki lain. Cici ngentot saja sama aku. Aku siap ngentotin cici, ngentot Cici sampe Cici puas.

Nah pembaca, kalian juga sudah bisa menebak kan? Cerita Seks NGENTOT DENGAN CICI ini bakal bersambung. Nanti akan aku share lagi ke pembaca blog ini. Blog ini memang keren.

Ngentot dengan Tia


Ngentot Tia

Sebelumnya aku mau ngucapin tengkyu dulu buat Bro Yere yang udah ngundang aku untuk joint di blog yang dia garap ini. Aku dan Yere adalah temen deket semasa kuliah dulu dan tentu saja sampe sekarang. Hobi kami sama, yaitu suka ngentotin cewek-cewek di kosan ceweknya Yere. Tapi sekalipun aku gak pernah ngentotin ceweknya Yere mengingat kami temenan udah sangat dekat. Aku gak mau nikung dia meskipun kesempatan selalu ada.
Oke, namaku Dedi. Tentu saja ini bukan nama sebenarnya. Yere tau nama asliku. Untuk blog yang keren ini, biar aku pake nama Dedi saja. Cukup familiar kan?
Aku mau cerita tentang kisahku ngentotin cewek cantik yang bernama Listya Ainurrahma. Ini nama sebenarnya. Aku memanggilnya Tia. Dia adalah kerabat dari ibu kost tempat aku ngekost. Tia gak terlalu tinggi. Tapi itu bukan masalah. Wajah Tia imut-imut dan cantik tentu saja. Yang bikin aku suka sama Tia, dia cepet akrab dengan para penghuni kost, terutama dengan aku. Dada Tia besar, sangat menonjol untuk ukuran tubuh yang gak terlalu tinggi. Pantat Tia bulat dan menggairahkan kalo lagi jalan. Goyangannya itu bisa bikin aku ngiler sendiri. Tia seneng pake rok. Rok yang dia pake menurutku gak terlalu pendek. Sangat sopan dan menggambarkan kalo Tia bukan cewek nakal yang suka menggoda. Tapi justru dengan begitu malah bikin aku lebih tertantang.
Nah, ceritanya gini. Suatu sore, Tia berkunjung ke rumah ibu kost. Aku lagi nyuci baju waktu itu. Aku denger sih kalo ada suara orang yang teriak-teriak sambil gedorin pintu. Tapi aku gak peduli. Toh aku yakin kalo tamu itu gak bakal nyari aku kok.
Tapi lama-kelamaan aku keganggu juga. Gak ada yang bukain pintu. Akhirnya aku bangkit dengan celana basket yang agak basah. Aku beranjak ke pintu depan.
Begitu aku buka pintu, Tia tersenyum sambil mengangguk.
“Eh, Tia rupanya. Kirain siapa. Masuk deh.”
Tia masuk. “Pada kemana orang-orang? Tante Maria mana?”
Tante Maria adalah si pemilik kost.
“Wah, gak tau tuh. Tadi pas aku bangun tidur, aku langsung nyuci. Gak nyadar kalo penghuni rumah pada gak ada. Makanya tadi aku agak gak peduli pas kamu gedorin pintu. Kirain ada yang bukain. Sori ya.”
Tia tersenyum. Dia langsung menuju ke dapur. Sore ini Tia pake rok pendek warna merah marun sedikit tinggi di atas lutut. Betisnya yang putih mulus dan pahanya yang sedikit kelihatan membuat aku deg-degan. Apalagi pantatnya yang bergoyang lenggak-lenggok pas dia jalan. Alamak. Aku gak kuat rasanya.
Untuk ngusir pikiran jorok barusan, aku langsung nerusin nyuci baju. Tapi sesuatu yang gak terduka terjadi di dapur. Tia teriak, “Awwww… aduhhh…”
Aku cepet-cepet lari ke dapur. Begitu aku nyampe dapur, kulihat Tia berusaha bangkit dari jatuhnya. Posisinya persis menghadap ke aku. Gak sengaja aku melihat selangkangannya yang kebuka. Paha Tia sangat mulus. Putih bersih. Tia pake celana dalam warna merah muda. Jantungku langsung berdetak kencang. Sialnya, sepertinya Tia sadar kalo aku lagi melototin pahanya yang kebuka. Tia cepet-cepet nutupin selangkangannya pake baskom yang dia pegang. Aku maki-maki sendiri. Lalu cepet-cepet kutolongin Tia berdiri.
“Kenapa?” tanyaku basa-basi. Tia meringis kesakitan, “Jatoh. Tadi aku mau ambil aer pake baskom ini. Aernya tumpah. Mau aku lap, eh… malah kepeleset.”
Aku menuntun Tia pindah ke lantai yang masih kering. “Yang mana yang sakit?” Tia menunjuk pantatnya sebelah kanan. Aku menekan pantatnya yang sakit itu, tapi Tia cepet-cepet menepis tanganku. “Maaf Tia, aku gak ada maksud kurang ajar, aku cuma mau nolongin mijit aja. Ya kali aja bisa agak enakan. Gimana? Mau gak?”
Tia ngangguk sambil nahan sakit. Dia bergegas tengkurap di lantai. Melihat posisi Tia yang seperti ini, jantungku berdetak lagi. Gila. Tia udah pasrah gini. Oh, kontolku langsung tegang memberontak dari celana dalamku. Aku bisa ngerasa kalo kepala kontolku udah keluar saat ini. Keluar dari celana dalam yang gak cukup menampung kontolku kalo lagi ngaceng.
Tanpa basa-basi, aku segera memijit pantat Tia yang sakit. Tia menjerit kecil, memintaku untuk sedikit pelan-pelan. Aku turuti permintaannya. Aku gak ngomong apa-apa. Mataku udah jelalatan di area betis Tia yang putih mulus. Sekali-sekali aku berusaha memiringkan tubuhku ke belakang, berusaha mengintip selangkangan Tia. Siapa tau aku bisa ngelihat celana dalamnya lagi.
Tanganku masih terus meremas pantat Tia yang mulai tenang. Saat Tia mulai tenang, justru kontolku yang mulai gak bisa diajak kompromi. Sakit sekali rasanya ngaceng dan salah posisi seperti ini. Aku takut pas aku ngebenerin posisi kontolku tiba-tiba Tia ngelihat. Kan malu.
Tiba-tiba aku punya akal. “Tia, pake minyak urut ya. Biar cepet enakan. Mau gak?” Tia mengangguk. Aku langsung melesat ke dalam kamar. Tujuan pertama jelas mbenerin posisi kontol yang miring ini. Begitu kontol udah sip, aku celingukan sendiri. Aku nyari minyak urut. Sial. Gak ada.  Akhirnya aku nyamber lotion di atas meja. Pas aku nyampe, Tia masih di posisi tadi. Kayaknya sakit beneran ini bocah. Bisa sampe pasrah begini.
“Tia, gimana dong? Masa iya sih aku ngolesin minyak urut di rok kamu? Percuma dong kalo gitu.”
“Terus gimana? Kamu mau aku buka rok, gitu? Gila kamu ya. Ogah aku. Ntar kamu ngapa-ngapain aku lagi. Ogah.”
“Ya terserah. Orang aku cuma mau nolongin kok.”
Tia berusaha bangkit. Tapi dia rebah lagi sambil meringis. “Aduhhhh. Masih sakit ternyata.” Kata Tia pelan.
“Mau di urut gak nih? Kalo gak, aku mau lanjut nyuci nih.”
Tia diam sejenak. “Nggg, iya deh. Tapi awas kalo kamu macem-macem. Aku laporin kamu ke Tante Maria biar kamu di usir.”
“Ya elah. Udah cepetan. Buang-buang waktu aja.” Tia tengkurap lagi. Tanganku udah bergegar saat menyentuh resleting roknya. “Tia, sori ya, rokmu aku buka.” Pas aku menurunkan resleting roknya, Tia menepis tanganku. “Gak usah dari situ. Naikin aja dari bawah. Biar gak ribet.”
Oh. Baiklah. Tia udah sedikit menunggingkan pantatnya. Pelan-pelan aku menaikkan roknya ke atas. Anjiiiiing. Kalo bakal kayak gini, untuk apa juga tadi aku ngintip-ngintip segala? Lihat, pantat Tia yang mulus udah terpampang di depan mata. Pahanya, achhh… putih sekali.  Aduh, kontolku yang udah ngaceng sejak tadi tambah berdenyut saja rasanya. Gak pikir panjang lagi, aku langsung meremas pantat Tia yang sakit. Aku pijit pelan-pelan sambil sesekali aku usap-usap. Kulirik, Tia mulai memejamkan mata. Mungkin dia keenakan dengan pijitanku.
Aku mulai mengusapkan lotion ke pantat Tia. Aku masih memijitnya dengan satu tangan. Tangan kiriku sibuk meremas kontolku sendiri yang udah ngaceng maksimal. Akhirnya aku memutuskan untuk memijit pantat Tia dengan dua tangan. Aku udah mulai disusupi oleh setan. Aku punya niat jahat. Pelan-pelan tapi pasti, aku berusaha menurunkan celana dalam Tia. Usahaku ini aku samarkan dengan mengurut pantatnya dari pinggul sampe ke bawah sambil jari tanganku berusaha menarik turun celana dalam Tia. Sedikit demi sedikit, usahaku membuahkan hasil. Pantat Tia yang bulat, kencang, dan mulus udah mulai kelihatan sempurna. Aku makin belingsatan. Mata Tia masih terpejam. Tanganku sudah meremas buah pantat Tia dengan gemas. Kini aku udah gak peduli lagi dengan bagian pantat Tia yang sakit. Bodo amat pikirku. Tia aja gak peduli dengan kontolku yang juga udah sakit. Pantat Tia terus aku remas sambil aku turunin celana dalam Tia. Samar-samar aku udah bisa ngelihat lobang pepeknya dari belakang. Lobang pepek Tia mengintip malu-malu. Aku gak bisa membuka selangkangan Tia sebab celana dalamnya ini yang mengganggu. Sialan pikirku.
“Tia, sori banget nih. Mending celana dalammu ini aku turunin aja ya. Malah mengganggu kerjaku saja. Aku jadi susah ngurut kalo gini. Boleh aku turunin sekarang?”
Tia gak menjawab tapi pantatnya sedikit nungging. Oh. Ini artinya boleh. Aku gak mau kelihatan bernapsu. Aku turunin celana dalamnya pelan-pelan. Oke. Bagian bawah Tia sekarang udah telanjang.
Aku menuangkan lagi lotion ke bongkahan pantat tia yang udah mengkilat. Aku mulai mengurut pantat Tia lagi. Kali ini fokusku adalah belahan pantatnya yang sungguh membuatku ingin segera ngentotin dia dari belakang. Gila. Ini sungguh gila. Pantat Tia kenyal dan mulus. Kontolku semakin berkedut pengen segera nempel ke belahan pantatnya itu.
Aku mulai berani. Pelan-pelan, jempolku aku tekankan ke daerah sekitar lobang pepeknya. Kesannya seperti sedang mengurut. Tapi niatku adalah menyentuh lobang pepeknya. Dan setiap daerah sekitar lobang pepeknya tersentuh, Tia melenguh pelan. Sangat pelan. Tapi aku bisa mendengarnya. Ini membuat aku kian berani. Aku tekan lagi jempolku ke tepi lobang pepek Tia. Agak dalam. Agak dalam. Lama-kelamaan ujung jempolku udah beneran masuk ke dalam lobang pepek Tia. Tia malah menunggingkan pantatnya mengikuti irama tanganku.
Tanpa bersuara atau bertanya lagi, paha tia aku buka. Tia gak marah. Begitu paha bagian belakang ini sedikit kebuka, lobang pepek Tia merekah. Anjiiiiing. Acchhh… tanpa sepengetahuan Tia, aku udah menurunkan celana basket dan celana dalamku. Kini bagian bawahku juga udah telanjang. Kontolku mengacung tegak. Kepalanga dah mengkilat sebab saat ngaceng tadi rupanya ada lendir yang keluar.
Aku urut lagi bongkahan pantat Tia. Sekarang, aku harus bisa menusuk lobang pepek Tia dengan jariku. Aku sentuh pelan-pelan lobang pepeknya. Tia tersentak dan melenguh agak keras. Seketika pantatnya sedikit nungging. Aku semakin berani. Ujung jari tengahku aku jilat sendiri lalu aku tusukkan pelan-pelan ke lobang pepek Tia. “Awww… accchhh… Dedi, kok jadi begini sih? Ini gak boleh kayak gini, Ded. Awww… accchhhhh… accchhh… Dediiii…”
Aku gak peduli Tia ngomong apa. Dia ngomong, jariku malah tambah dalam aku tusukkan ke dalam lobang pepeknya. Dia mendesah. Pantatnya kian nungging di hadapanku.
Jariku aku cabut. Aku pegang kedua bongkah pantat Tia yang masih nunggung itu. Aku buka belahan pantatnya kian lebar. Lobang pepeknya kian merekah. Tanpa pikir panjang lagi, aku jilati lobang pepek Tia yang usah setengah basah itu. Suara lidahku yang bertemu dengan lobang pepeknya membuat suasana tambah panas. Sluruppphhh… sluruphhh…
Tia sendiri mulai tersengal. Sekarang, Tia udah benar-benar nungging. Gak seperti tadi yang masih malu-malu. Sekarang, posisi Tia udah kayak orang yang mau merangkak.
“Dediiii, ini harus setop sampai disini Ded. Aku gak kuat. Akuuuu… mau… accchhh… aku mau keluarrrrrrrr… acggghhhhhhhhh…” Tia orgasme persis disaat lidahku masih sibuk mengobok-obok lobang pepeknya. Kelar orgasme, Tia rebah. Tengkurap lagi. Lidahku lepas dari lobang pepeknya yang gurih itu.
Begitu Tia roboh, aku segera meludahi kepala kontolku sendiri, membasahinya. Lalu pelan-pelan aku merangkak mengangkangi pantat Tia yang membusung padat itu. Aku buka belahan pantatnya, aku arahkan kepala kontolku ke lobang pepeknya yang masih banjir orgasme tadi.
“Tia menoleh ke belakang, “Dedi, kamu mau ngapain? Gak boleh Ded. Kita gak boleh ngentot. Ntar…”
“Tia, kamu kan udah orgasme. Kamu tega biarin aku kayak gini? Aku belom dapet. Kamu udah. Gak adil.”
“Tapi Ded, gak harus ngontolin aku juga kan? Atau sini, kontol kamu aku kulum. Aku janji, aku ngulum kontol kamu sampe muncrat.  Mau ya Ded. Plis, jangan ngontolin aku dong. Aku takut ntar aku hamil.”
Kontolku yang udah persis berada di depan lobang pepek Tia udah memberontak minta segera masuk. “Tia, jangan kawatir kalo soal itu. Nungging sedikit ya, aku mau ngontolin kamu dari belakang nih.” Kelar ngomong gitu, Tia langsung balik badan. Pantatnya dia naikkan sedikit. Kontolku langsung aku tekan ke lobang pepeknya. Occchhh… hangat lobang pepek Tia langsung memanjakan kontolku. Aku genjot Tia perlahan-lahan. Kontolku udah leluasa keluar masuk lobang pepeknya. Setiap pangkal pahaku bertemu dengan buah pantatnya, maka akan muncul suara klepekkkk… klepekkk…
Puas ngontolin Tia dengan posisi tengkurap, aku minta Tia untuk nungging. Tia langsung menuruti permintaanku. “Gini rupanya ngentot sama kamu. Banyak variasinya.” Kata Tia sambil menyodorkan lobang pepeknya ke arahku. Tanpa pikir panjang lagi, kontolku aku hujamkan ke dalam pepek Tia. Sleppppp… slepppp…
Tia sendiri langsung bereaksi dengan mendesah-desah. Acccchhh… aduhhhh… mmmphhhh… kok ennnnakkkk siccchhhhh… ooohhh… iya Ded.. iyaaaaa, terusssshhh…
Mendengar lenguhan Tia itu, aku kian napsu saja. Aku kentot Tia dengan beringas. Setiap bongkahan pantatnya aku tepuk, Tia merespon dengan teriakan Awww… awwww…
Gila. Posisi nungging begini memang favorit aku kalo ngentot. Apalagi yang aku kentot adalah Tia. Accchhh…. Kontolku masih saja keluar masuk lobang pepek Tia dengan lancar dan beringas. Pepek Tia makin becek saja. Aku kian bersemangat.
“Dediiii… awwww… akuuuu… akuuuuuu.. keluar lagi Ded….”
Kupercepat gerakan ngentotku. Aku pengen orgasme bareng Tia. “Accchhh… iya Tia, tungguuuu… kita orgasme sama-samaaaa… accchhh aaaacccchhhhh…”
Dua menit kemudian, kontolku muntah di dalam pepek Tia. Mungkin sekitar enam atau tujuh kali crottt. Spermaku terbenam seluruhnya di dalam pepek Tia. Tia tumbang lagi.
“Tia, mau gak ngemut kontolku? Bersihin spermanya dong Tia,”
Tia membalikkan badan. “Sini. Dasar kamu tuh ya. Udah ngontolin aku sampe aku orgasme, masih juga minta diemut. Berlebih banget aku ngelayanin kamu hari ini. Dasar.” Kelar ngomong kayak gitu Tia langsung meraih kontolku yang belum sepenuhnya layu. Sisa spermaku diemut sama Tia sampe bersih. Tia langsung berbaring di lantai. Pahanya dia buka sehingga belahan pepeknya yang mengkilat langsung menganga lebar. Jembut Tia lebat juga. Dan ini sungguh gila, kontolku ngaceng lagi.
“Ded, gantian ya. Sekarang kamu yang ngebersihin pepekku. Ingat, sampe bersih.”
Tanpa banyak omong lagi, pepek Tia langsung aku sikat dengan lidahku. Aku jilati setiap lipatannya sampe licin. Sampe gak ada sisa orgasme tadi. Tia mengerang dan melenguh gak jelas. Kontolku yang udah ngaceng lagi segera aku arahkan ke lobang pepek Tia yang masih kebuka lebar.
Tia kaget, “Loh, Ded… mau ngontolin aku lagi? Gila kamu ya??? Aku gak pernah dikontolin dua kali saat ngentot. Kamu ini memang gila!”
“Stttt, udah deh. Mumpung kamunya masih mau aku kontolin dan mumpung kontolku ngaceng lagi gini. Nikmati saja lah.”
Blessssss… kontolku masuk lagi dalam pepek Tia. Tia pasrah. Badannya bergoyang-goyang seirama dengan gerakan ngentotku. Aku bahagia bisa ngentotin Tia kayak gini. Tia ngangkang, bersedia ngasih pepeknya ke aku. Ah, ini anugerah banget.
Ngentot sesi dua ini gak lama. Kontolku sudah berkedut lagi. Siap muncrat lagi. Dan… AAACCCCHHHHHH…. Crotttt…croottttt… aku orgasme lagi. Tia geleng-geleng kepala. “Jagoan kamu, Ded.” Puji Tia.
“Laen kali, mau kan dikontolin lagi?”
Tia tersenyum penuh arti.